Tampilkan postingan dengan label Kampung Halaman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kampung Halaman. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Agustus 2009

APAKABAR 11/2009 TELAH BEREDAR

Mbah Surip, I Love You Full

Bangsa Indonesia berduka, meratapi kepergian mendadak seniman nyentrik Mbah Surip. Dari Manohara hingga Presiden mengaku kehilangan sosok sederhana itu. Benarkah popularitas telah "membunuh" pelantun lagu Tak Gendong itu? Baca cerita selengkapnya di Sorot.

Curhat edisi ini mengisahkan kepedihan seorang duda yang merasa ditipu oleh wanita yang dikenalnya dari rubrik TTM.

Baca juga Gosip terkini selebriti tanah air: Jikustik, Ferdy Hasan, Raffi Ahmad, Marcella Zalianty, dan Fedi Nuril.


































Rabu, 15 Juli 2009

Pikirkan Masa Depanmu Setelah Tidak di Hong Kong

Kel Sumiyati, Jalan Urip Sumoharjo II No. 73, Wonogiri, Jawa Tengah

Bagi seorang perempuan dengan dua anak, kehilangan pasangan hidup merupakan pukulan telak. Terlebih ketika dibenturkan pada urusan perut. Asas kesetiaan yang tetap dipertahankan sebagai bagian dari komitmen setia sehidup semati dengan sang pasangan, membuat Sumiyati lebih memilih hidup menjanda dengan segala risikonya.

Meskipun berat, namun dengan kekuatan cinta dan tekat baja, perlahan tapi pasti Sumiyati – yang kini menjadi BMI di Hong Kong – mampu mengukir masa depan generasi penerus, kedua anaknya yang tercinta. Dari sebuah rumah sederhana di Jalan Urip Sumoharjo II No. 73 Wonogiri, Jawa Tengah, Masnun – ayahanda Sumiyati – bertutur melalui Apakabar.

”Ndhuk Sum, tanpa terasa, sudah hampir 10 tahun kamu pergi merantau bekerja ke Hong Kong. Saat kamu berangkat dulu, ibumu masih ada. Anakmu masih kecil-kecil,. Rumah kita masih sangat jelek, lantainya masih tanah, dindingnya sudah jamuran di mana-mana, gentengnya banyak yang bocor. Tapi sekarang, kondisinya sudah jauh berubah.

Anakmu sudah besar. Si Wahyu sudah kelas 2 Madrasah Aliyah, Bagus kelas 3 Madrasah Tsanawiyah. Rumah kita sudah bagus, ada perabotnya yang layak. Lantainya sudah keramik. Atapnya tidak pernah bocor lagi. Tidur pun bisa nyenyak di kasur yang empuk. Bapak sangat bersyukur dengan perubahan yang Allah berikan untuk keluarga kita. Apa pun adanya, semua berkat kerja kerasmu ndhuk.

Andai kamu tidak tergerak bekerja ke Hong Kong, mungkin keadaan keluarga kita sangat pontang-panting secara ekonomi, sepeninggal almarhum suamimu Marsudi 10 tahun yang lalu. Tapi ternyata kamu sigap menghadapi keadaan. Cepat mengambil keputusan dan kehidupan keluarga kita bisa dipertahankan dalam kesejahteraan.

Ndhuk, saran bapak, kalau bisa tolong kamu pikirkan juga tanaman modal untuk sumber penghasilan kamu dan anak-anakmu nanti, setelah kamu tidak bekerja di Hong Kong. Kalau sekarang, selama kamu masih bekerja di Hong Kong, segala kebutuhan bisa dipenuhi dari gajimu. Tapi coba pikirkan, nanti setelah kamu pulang, kamu akan menghidupi anak-anakmu dari mana?

Mereka semakin besar dan semakin butuh banyak biaya. Apalagi si Wahyu, sering banget menceritakan keinginannya untuk melanjutkan kuliah ke Jogja supaya nanti bisa memiliki pekerjaan yang mapan. Bapakmu ini semakin hari semakin tua, sudah barang tentu semakin kecil kekuatan bapak untuk membantumu selain dengan berdoa. Pikirke tenan ya, ndhuk.

Perkembangan sekolah anak-anakmu menurut bapak sangat bagus. Mereka rajin dan memiliki semangat untuk maju berprestasi menjadi orang. Wahyu keinginannya menjadi guru, sedangkan Bagus ambisinya pengin menjadi pemain sepak bola yang terkenal. Sebagai orangtua, saran bapak, kita dukung saja semampu kita selama apa yang menjadi keinginan mereka itu bagus dan bermanfaat.

Pesenku ndhuk, selama kamu di Hong Kong, jangan sampai kamu jauh dari Allah ya. Tetap kerjakan shalat lima waktu, karena itulah tiang hidupmu. Jangan sampai tiangmu itu rapuh, supaya kamu tetap tegar dalam segala suasana. Pandai-pandai membawa diri dan selalu berhati-hati dalam bekerja dan bergaul, ya. Agar apa yang kamu kerjakan membawa kebaikan. Bukan hanya untuk dirimu, tapi juga untuk orang lain.”

---------------

Eka Wahyuningtyas, Anak Pertama Sumiyati
”Bu, Boleh Kan Wahyu Minta Dibeliin Laptop?”

”Ibu, alhamdulillah, Wahyu, Dik Bagus dan Kakung dalam keadaan sehat-sehat saja. Kami berharap ibu di Hong Kong juga selalu dalam keadaan yang sama. Ibu, dari hasil pembagian rapor kemarin, Wahyu dapat ranking 3. Dan alhamdulillah, Wahyu naik ke kelas 3. Sebenarnya Wahyu sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mempersembahkan ranking pertama untuk ibu dan semua keluarga. Namun apa daya, persaingan sangat ketat, Bu. Ibu tidak kecewa kan?

Bu, kata guru Wahyu di sekolah, kalau Wahyu bisa mempertahankan prestasi menjadi lima besar sejak kelas satu sampai lulus nanti, Wahyu berpeluang untuk menerima beasiswa kuliah gratis di Jogja. Ibu setuju kan? Wahyu sangat ingin, setamat dari MAN, bisa melanjutkan kuliah. Ini penting, agar saat Wahyu bersaing di dunia kerja, modal yang Wahyu miliki cukup mendukung.

Setelah tamat kuliah nanti, Wahyu ingin mewujudkan cita-cita menjadi guru. Wahyu ingin mengabdi di sekitar kampung halaman kita, agar bisa selalu dekat dengan ibu, tentunya jika ibu sudah pulang dari Hong Kong.

Untuk mendukung proses yang sedang Wahyu jalani, boleh kan Bu kalau Wahyu minta dibelikan laptop? Menjelang lulus nanti, Wahyu sudah mulai membutuhkan untuk menyusun paper. Di samping juga untuk menunjang pelajaran komputer di sekolah. Apalagi jika nanti Wahyu bisa melanjutkan kuliah, laptop itu sangat penting untuk menunjang kelancaran kuliah Wahyu. Oke ya, Bu?!”

Kamis, 25 Juni 2009

”Alhamdulillah... Nilai Skripsi Anjar A, Bu”

Keluarga Mintarsih, Perumnas Sawojajar II Kota Malang

Hampir setiap orang akan mengamini, bekerja ke Hong Kong pasti erat kaitannya dengan tujuan mencari uang. Untuk masa depan, untuk kesejahteraan, dan untuk sebuah perubahan. Namun demikian, standar seperti apa itu kesejahteraan, masa depan maupun perubahan, setiap orang pasti punya pandangan berbeda-beda. Perbedaan itu sifatnya sangat personal. Individual differences, mungkin itu sebutan yang pas jika kita mengutip istilah para ahli sosiologi.



Bagi Mintarsih, BMI Hong Kong asal Kelurahan Kedoya Barat, Kecamatan Kedungkandang, Kabupaten Malang, ukuran keberhasilannya bekerja di Hong Kong adalah mengentaskan pendidikan bagi ketiga anaknya. Bukan semegah apa rumah yang berhasil ia bangun, semewah apa mobil yang berhasil ia beli, atau seluas apa tanah yang berhasil ia tebus.

Dengan dilandasi pemikiran seperti itulah, Mintarsih menanamkan kepada ketiga anaknya bahwa jika ingin memiliki masa depan dengan kehidupan layak, modal yang paling utama adalah pendidikan yang layak pula. Lantas, bagaimana sikap dan penerimaan ketiga anak Mintarsih?

Dari Jalan Terusan Wisnuwardhana No 89 Perumnas Sawojajar II Kota Malang, Anjar Wahyu Astuti, anak pertama Mintarsih – didampingi dua adiknya: Rini Handayani, dan Heru Prabowo – menyuarakan sikap dan kesan mereka terhadap pengertian dan pemahaman hidup yang ditanamkan oleh Mintarsih, ibunda mereka, sejak masih kecil.

”Ibu, sebelumnya Anjar menyampaikan terima kasih yang tiada terkira. Sebab, tanpa keputusan dan pilihan yang ibu lakukan, kami bertiga – anak-anak ibu – tidak akan berada dalam keadaan seperti sekarang. Meskipun kami anak seorang janda yang menjadi TKW, namun kenyataannya Allah swt sangat bermurah hati memberikan anugerah kepada kami bertiga hingga bisa mengenyam pendidikan sampai bangku perguruan tinggi.

Kami sangat bersyukur sekali, Bu. Tidak setiap anak memiliki dan merasakan kesempatan seperti yang telah kami bertiga rasakan selama ini. Kami pun sangat bersyukur memiliki ibu yang punya cara pandang bagus, berwawasan luas, dan selalu berpikir jauh ke depan. Tanpa pemikiran yang didukung dengan ikhtiar ibu bekerja ke Hong Kong, sulit membayangkan seperti apa kehidupan yang kami jalani sekarang.

Ibu, alhamdulillah kuliah Anjar sudah mendekati ambang kelulusan. Tanggal 20 Desember 2008 kemarin Anjar ujian skripsi, dan hari itu juga para penguji menyatakan Anjar lulus dengan predikat sangat memuaskan. Nilai skripsi Anjar ”A”, bu. Nilai yang mudah-mudahan akan membuat ibu bahagia. Dan tak lama lagi, tahun 2009 ini, insya Allah Anjar diwisuda. Artinya, yang menjadi beban tanggungan ekonomi ibu tinggal Dik Rini dan Dik Heru. Tapi Dik Rini juga sudah hampir lulus. Jika semuanya berjalan lancar dan tidak ada perubahan serta rintangan, insya Allah mendekati akhir tahun ini Dik Rini juga akan diwisuda dengan gelar diploma III.

Ibu, memang kapan Anjar akan diangkat menjadi guru negeri masih belum jelas. Anjar sendiri juga tidak tahu. Namun, seperti pesan ibu, Anjar akan tetap menjaga komitmen terhadap profesi guru seperti yang ibu nasehatkan. Alhamdulillah, meski belum diwisuda, kelanjutan dari program PKL dulu, berlanjut sampai sekarang. Anjar menjadi guru sukarelawan di sebuah SMP swasta tempat Anjar dan teman-teman dulu melaksanakan program PKL. Meski saat ini gajinya sangat pas-pasan untuk biaya hidup Anjar seorang diri, namun Anjar menjalaninya dengan penuh keikhlasan. Sebab, memang sejak kecil profesi inilah yang Anjar cita-citakan.

Terakhir bu, tolong sampaikan ucapan terima kasih Anjar, Rini dan Heru kepada keluarga besar majikan ibu: Fong Pik Kwa, atas kebaikan mereka selama ini terhadap ibu dan kita. Sampai-sampai, mereka terketuk hati dan kepeduliannya membelikan kita rumah di kawasan perumahan Sawojajar ini. Meskipun kecil dan sederhana, namun artinya sangat luar biasa. Semoga yang Maha Kuasa akan memberikan balasan yang berlipat untuk mereka.”